ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 1

0

ZINA-keikmatan pembawa -AZAB

BAG_1

Ketika ditanya dosa yang paling besar, Nabi bersabda, “Kau mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dia telah menciptakanmu.”

...“Lalu apa lagi ?”

“Kau bunuh anakmu karena khawatir ia akan ikut makan bersamamu.”

“Lalu apa lagi ?”

“Kau berzina dengan istri tetanggamu.” (HR. Bukhari).

Imam Ahmad berkata: “Aku tidak mengetahui ada dosa yang lebih besar setelah dosa membunuh selain dosa zina.”

Rasulullah bersabda, “Tidaklah berzina orang yang berzina dan saat itu ia mukmin.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau juga bersabda, “Apabila seorang lelaki berzina, keimanan keluar dari dalam dirinya seperti naungan yang berada diatasnya. Bila ia melepasnya – [bertobat darinya dan tidak jadi melakukannya] – keimanan itupun akan kembali kepadanya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “zina” diartikan: 1). Perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan); 2). Perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan istrinya. Sementara pengertian dari kata “bersanggama” itu sendiri adalah: melakukan hubungan kelamin, setubuh.

Zina merupakan perbuatan keji dan juga dibenci. Zina dapat menimbulkan kerusakan dalam urusan dunia dan agama, dapat merusak pribadi seseorang secara khusus dan terlebih masyarakat secara umum, karenanya syariat mengharamkan perzinaan. Bahkan hanya dengan mendekatinya saja sudah dilarang.

Allah berfirman (yang artinya):

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32).

Dalam Syarah Al-Kabair, dijelaskan bahwa larangan untuk mendekatinya (mendekati zina-red), berarti larangan pula terhadap segala hal yang dapat menjurus padanya seperti melihat dan menyentuh. Karena itu, seorang mukmin tidak boleh bersenang-senang melihat wanita yang bukan istrinya, apalagi mendengarkan suaranya dan menyentuhnya. Baik hanya sekedar untuk kepuasan batin, seksual, maupun hawa nafsu.

Rasulullah bersabda:

“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua telinga zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhasrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisir atau diwujudkan) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR. Bukhari).

Allah berfirman (yang artinya):

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari dibalik itu (zina dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mu’minun:5-7).

Yang dimaksud dengan hamba sahaya disini adalah budak-budak yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak yang didapat di luar peperangan agama, dan sekarang sudah tidak ada lagi. Dengan demikian jelaslah bahwa hanya kepada istri-istrinya sajalah seorang laki-laki boleh menyalurkan hasrat seksualnya.

Bagi yang belum menikah dan telah mumpuni untuk menikah, bersegeralah menikah agar tidak terjerumus dalam perbuatan zina. Mengapa demikian? Tidaklah layak menikah laki-laki pezina kecuali dengan wanita pezina, demikian pula sebaliknya. Sebagaimana Allah berfirman (yang artinya):

“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan Pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki, atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur:3).

Berkenaan dengan Surat An-Nur ayat 3 diatas, Al-Allamah Al-Aluusi berkata: Firman Allah diatas merupakan celaan yang keras terhadap pezina, dijelaskan didalamnya bahwa sebagai balasan atas si pezina karena senang hati dengan perbuatan zinanya itu, dia tidak berhak mendapat wanita mukminah yang baik-baik lagi terhormat. Demikian pula wanita pezina, sebagai balasan atas kerelaannya terhadap perbuatan zina, dia tidak berhak mendapat suami kecuali orang yang seperti dirinya juga (alias laki-laki pezina), atau yang lebih buruk dari padanya, yaitu lelaki musyrik. Adapun seorang lelaki muslim, api kecemburuannya menolak mendekati wanita semacam itu.

BERSAMBUNG......

Artikel Terkait:

---

zina bag 2

• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG_2
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 4
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 3
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 5
• bab zina

zina bag 1

• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG_2
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 4
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 3
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 5
• bab zina

ZINA

• JAUHILAH ZINA
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG_2
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 4
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 3
• ZINA-keikmatan pembawa -AZAB BAG 5
• bab zina
• Jual-Beli
• witir
• shalat Sutrah
• Shalat
• Shalat 1
• Iman bab 1
• Permulaan Turunnya Wahyu kepada Rasulullah saw